07 June 2014

Budi Sudah Lulus SD

Familiarkah kalian dgn kata2 di bawah ini:

Ini Budi
Ini ibu Budi
Ini bapak Budi
Wati kakak Budi
Iwan adik Budi

Pasti dong haha

Nah menarik, dari jaman bapak saya keluarga Budi udah menguasai pendidikan Indonesia.. Dan kekuasaan Budi akan berakhir seiring turunnya berita ini, kasiaaaaaaan :(

Si Budi nggak akan muncul lg / dihapuskan dlm buku pelajaran.

Mungkin Budi pergi seiring hilangnya pekerti.

Hmmm... Kayaknya M. Nuh cm pengin menjaga konsistensi, dimana pada saat pekerti hilang, budi jg nggak usah dipaksakan tetap dipakai karena udah nggak relevan lagi dengan zaman tanpa tata krama seperti sekarang ini.

Tp perubahannya bener2 nggak esensial gitu lho, Budi kan dipakai untuk mempermudah peserta didik mempelajari suku kata, kalo diganti ucok, nasib anak2 yang baru pada belajar baca tulis kayak gimana tuh? Lagian, menurut saya perubahan ini nggak penting2 amat. Mestinya perubahan itu di tingkat mendasar dan menyangkut sistem, dan bukan hal2 sepele kaya gini. Apakah dengan mengganti budi menjadi ucok, anak Indonesia jadi lebih pinter dan berakhlak? Semoga aja...

Tp saya yakin, Budi sudah lulus SD.

02 June 2014

Kebahagiaan dan Penderitaan

Apa itu kebahagiaan dan penderitaan? Well, banyak dari kita yg memaknai kebahagiaan sebagai ketiadaan dari derita, dan begitu jg sebaliknya, penderitaan adalah sebagai ketiadaan dari bahagia.

Karena ada pepatah yg berkata:

"Darimana kita tahu kita bahagia jika tidak pernah menderita, dan darimana kita tahu kita susah jika tidak pernah senang"

Tapi sebenernya kita tidak perlu menjebak diri dalam dualitas itu.

Tentu ketika kita ngomong soal definisi kebahagiaan sebagai rush of emotions, kita bakal terjebak dalam konsep "kebahagiaan" dan "penderitaan" sebagai konsep yang abstrak seperti kata pepatah di atas. Kenapa? Karena pada hakikatnya manusia adalah mahluk berhasrat. Dari titik ini kita dapat maknai bahwa kebahagiaan adalah ketika hasrat manusia terpenuhi dan penderitaan adalah ketika hasrat manusia tidak terpenuhi. Iya, kan?

Jika memaknainya seperti itu, maka hasilnya tentulah subjektif sekali! Karena pada dasarnya hasrat semua orang berbeda. Hasilnya apa yang kita maknai "kebahagiaan" dan "penderitaan" bakal menjadi sesuatu yang semu dan sangat personal.

Dalam pemahaman saya, "penderitaan" dan "kebahagiaan" adalah sesuatu yang obyektif. Bagaimana bisa? karena saya tidak menganggap "kebahagiaan" dan "penderitaan" hanya sekedar rush of emotions. saya melihat "kebahagiaan" dan "penderitaan" sebagai "Wellness of Being". dalam artian "kebahagiaan" ada ketika terpenuhinya hakikat seseorang sebagai manusia, hakikat kemanusiaannya, secara obyektif, baik dalam artian fisik maupun mental, dan ketidakbahagiaan adalah ketika Wellness of Being itu tak terpenuhi.

Nah, buat saya "Hidup susah dan tidak makan kenyang berhari-hari." itu bukan penderitaan.

Jadi, penderitaan adalah ketika seorang janin di aborsi sebelum dia sempat lahir. Hingga dia tidak pernah menjadi manusia. Bukan karena dia tidak punya kesempatan, tapi karena tidak diberi kesempatan. Sama seperti balita kecil di Darfur yang mengais-ngais bak sampah dan berebut makanan dengan segerombolan anjing hanya untuk hidup. Itulah penderitaan. Penderitaan terjadi ketika seorang terjebak dalam keadaan dimana seluruh eksistensinya sebagai manusia turun hingga dia gagal menjadi manusia yang utuh. Keadaan yang tidak manusiawi dan mengingkari hakikatnya sebagai manusia. Itu.

 
◄Design by Pocket Distributed by Deluxe Templates
Blogger Templates